Kamis, 09 Februari 2012

Rendahnya Minat Baca dan Usaha Peningkatannya

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan " MINAT " " BACA " masyarakatnya yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil survei yang dilakukan oleh pihak – pihak yang berkompeten. Media massa selalu memuat berita mengenai minat membaca masyarakat, terutama minat membaca anak-anak SD. Misal harian Suara Merdeka menulis tajuk rencana dengan judul Kegemaran Membaca Belum Seperti Yang Diharapkan ( Suara Merdeka, 1995). Kompas memuat Minat Baca Belum Tinggi; hingga tahun 2007 jumlah buku di Indonesia baru mencapai 12.000 yang berarti satu buku baru setidaknya dibaca oleh tujuh orang tiap tahunnya ( Kompas, 16 Mei 2008). Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi menilai minat baca mulai berkurang akibat pengaruh perkembangan teknologi, “ Sekarang minat baca berkurang, anak-anak lebih suka bermain handphone atau berjam-jam didepan televisi untuk bermain game ketimbang membaca “ ( Kompas, 6 Juni 2009 ) [1]. Publikasi IAEEA tanggal 28 November 2007 tentang minat baca dari 41 negara menginformasikan bahwa melek baca siswa Indonesia selevel dengan negara belahan bagian selatan bersama Selandia Baru dan Afrika Selatan [2]. Republika memuat Tradisi Membaca Lemah, Indonesia Terus Tertinggal ( Republika, 18 Februari 2010) [3]. Data BPS lainnya juga menunjukkan bahwa penduduk Indonesia belum menjadikan membaca sebagai informasi. Orang lebih memilih televisi dan mendengarkan radio. Malahan, kecenderungan cara mendapatkan informasi lewat membaca stagnan sejak 1993. Hanya naik sekitar 0,2 persen. Jauh jika dibandingkan dengan menonton televisi yang kenaikan persentasenya mencapai 211,1 persen. Data 2006 menunjukkan bahwa orang Indonesia yang membaca untuk mendapatkan informasi baru 23,5 persen dari total penduduk. Sedangkan, dengan menonton televisi sebanyak 85,9 perasen dan mendengarkan radio sebesar 40,3 persen [4].

Untuk menumbuh kembangkan minat baca siswa, peran orangtua, guru, sekolah, masyarakat, pemerintah sangat dibutuhkan. Orang tua dapat menjadi contoh di rumah dengan membiasakan membaca apa saja (koran, majalah, tabloid, buku, dsb.) menyediakan bahan-bahan bacaan yang menarik dan mendidik, mengajak anak berkunjung ke pameran buku sesering mungkin dan memasukkan anak menjadi anggota perpustakaan. Guru dapat mengajak siswa untuk membaca/menelaah buku-buku yang menarik di perpustakaan, dan memberi tugas yang sumbernya dicari di perpustakaan. Guru dapat pula mewajibkan siswa membaca satu buah buku setiap minggu, dan orangtua wajib menandatangani laporannya.

Eksistensi sebuah perpustakaan di sekolah merupakan suatu hal yang wajib ada dalam sebuah lembaga atau lingkungan pendidikan. Perpustakaan merupakan gudangnya ilmu dan informasi bacaan, baik yang berkaitan dengan dunia pendidikan maupun pengetahuan umum sehingga keberadaan perpustakaan dilingkungan sekolah diharapkan dapat memudahkan siswa dalam mencari referensi atau rujukan sumber ilmu yang sedang dipelajarinya. Perpustakaan merupakan sarana sumber belajar yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui beraneka bacaan. Berbeda dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari secara klasikal di sekolah, perpustakaan menyediakan berbagai bahan pustaka yang secara individual dapat digumuli peminatnya masing-masing.

Namun, semua itu hanya akan menjadi dilema, manakala perpustakaan sekolah tidak dikelola dengan baik.Terlebih lagi apabila suasana perpustakaan tersebut tidak menarik. Jangankan untuk membaca, sekedar singgah saja mungkin siswa sudah enggan sehingga eksistansi sebuah perpustakaan dianggap seperti ruang kosong dan fungsinya sebagai gudang ilmu menjadi terabaikan



[1] http://www.kompas.com/

[2] Association for Evaluation of Educational Achievement (IAEEA)

[3] http://www.republika.co.id/

[4] http://www.bps.go.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar