Di alam semesta ini ada dua macam sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber cahaya buatan. Sumber cahaya alami yang tidak pernah padam adalah matahari. Sedangkan sumber cahaya buatan pada awalnya ditemukan nenek mo-yang kita dulu secara tidak sengaja. Ketika melihat kilat menyambar sebatang po-hon kemudian terbakar dan muncullah api. Atau semak-semak yang tiba-tiba hang-us terbakar karena panas dan menimbulkan api. Sejak itulah manusia mengenal api dan memanfaatkannya sebagai penghangat tubuh, untuk memasak dan sekaligus memberikan penerangan di malam hari.
Api dapat diperoleh dengan cara menggosok-gosokkan batu atau kayu kering. Ba-karan kayu kering / fosil / rumput / bulu binatang kemungkinan bisa dikatakan seba¬gai sumber cahaya buatan manusia yang pertama, sehingga terbebas dari kegelap-an malam atau rasa takut terhadap ancaman binatang buas maupun rasa dingin di malam hari.
Pembakaran kayu dapat menimbulkan cahaya namun sebagai bentuk penerangan sangat terbatas dan berbahaya karena sulit diatur. Munurut catatan sejarah dari ha-sil penggalian situs kuno di Peking, China, sejak 400.000 tahun yang lalu api telah dinyalakan manusia di gua-gua huniannya.
Ditemukan juga pelita-pelita primitif di gua-gua di Lascaux, Perancis, yang menurut para ahli ahli berumur 15.000 tahun. Pelita itu terbuat dari batu yang dilubangi dan ada juga yang terbuat dari kerang atau tanduk binatang yang diberi sumbu dari se-rabut-serabut tumbuhan dan diisi dengan lemak binatang.
Lampu buatan tangan manusia dengan bahan bakar minyak nabati antara lain minyak zaitun dan lemak binatang muncul di Palestina 2.000 tahun SM.
Kemudian di abad 7 SM di Yunani mulai digunakan lampu gerabah yang mudah pembuatannya sehingga lebih murah dan penggunaannya pun semakin luas. Dengan merekayasa tempat minyak lampu yang tadi-nya terbuka menjadi tertutup, membuat pemakainya praktis / mudah dibawa dan dipindah-pindahkan. Pada abad 4 M ditemukan lilin yang digunakan sebagai pencahayaan. Lilin pada awalnya terbuat dari bahan yang dihasilkan oleh lebah madu atau dari se-jenis minyak kental
Pada tahun 1860 hingga kini kekuatan sinar lilin dijadikan patokan dasar standar internasional pengukuran kekuatan cahaya (satuannya disebut candela) dari suatu lampu.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih baik mengenai proses pem-baharuan dan ditemukannya bahan bakar minyak dari perut bumi, sejak mulai abad ke-18 penggunaan lampu minyak mulai berkembang pesat. Lampu minyak dengan bahan bakar minyak korosin dapat digunakan sebagai sumber cahaya secara aman (tidak mudah meledak) dan murah, sehingga lampu-lampu lilin tidak terpakai lagi, kecuali untuk dekorasi atau kepentingan khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar