Senin, 09 Mei 2011

Al Gore: Indonesia Bisa Jadi "Super Power"


JAKARTA, KOMPAS.com - Penerima Nobel Perdamaian 2007, Al Gore, memprediksi Indonesia bisa menjadi negara super power dalam hal penggunaan energi panas bumi (geotermal) sebagai sumber tenaga listrik.

"Indonesia bisa menjadi negara super poweruntuk energi listrik dari panas bumi dan hal itu bisa menjadi kelebihan untuk ekonomi Indonesia," kata Al Gore dalam pidato pembukaan "The Climate Project Asia Pacific Summit" di Balai Sidang Senayan Jakarta, Minggu (9/1/2011).

Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat itu melihat Indonesia merupakan negara ketiga terbesar yang memproduksi listrik dari tenaga panas bumi, sedangkan Filipina sebagai negara terbesar kedua di dunia produsen listrik panas bumi.

"Para ilmuwan dan para ahli terkenal secara luas mengatakan bahwa produksi listrik dari panas bumi dapat mempresentasikan luasnya sumber tenaga listrik yang bebas karbon di dunia saat ini," katanya.

Al Gore yang juga penerima Oscar melalui film dokumenter An Inconvenient Truth ini mengatakan, solusi perubahan iklim melibatkan berbagai langkah yang bisa diambil untuk menghemat uang sekaligus mengurangi emisi karbon dioksida.

Al Gore mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan profil emisi karbon yang unik karena sebagian besar berasal dari sektor kehutanan dan hutan gambut.

"Ada peluang besar untuk mengambil pendekatan keberlanjutan dari raksasa seperti pembakaran batu bara dan minyak atau gas," katanya.

Dia mengatakan, ada banyak langkah yang bisa diambil untuk mencegah kerusakan hutan dan mengurangi emisi sekaligus meningkatkan pendapatan dan menciptakan perekonomian di Indonesia.

"Pengunaan lahan yang lebih efisien akan meningkatkan nilai ekonomi dan mengurangi polusi dari gas rumah kaca," katanya.

Ada dampak yang besar dari usaha mitigasi seperti penghentian pembakaran pembukaan lahan dan hutan gambut. (Sumber: ANT/ Editor: yuli)

Foto: AP
Mantan Wakil Presiden AS, Al Gore

Energi Surya, Listrik Alternatif Saat Terjadi Bencana


JAKARTA, REPUBLIKA.co.id - Gempa bumi dan tsunami di Jepang, mengakibatkan pasokan listrik di beberapa wilayah mengalami gangguan, Namun tak ada listrik tidak berarti segala-galanya harus berhenti.

Sharp Corporation bekerja sama dengan pemerintah setempat menyediakan 250 unit sistem panel surya yang akan disiapkan di sentra-sentra penampungan darurat. Di dukung oleh Shin-Kobe Electric Machinery Co, Ltd , salah satu pengembang energi surya ini mampu menyediakan listrik yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan dalam kondisi darurat.

Sharp menyediakan panel surya portabel yang ditempatkan di daerah yang mengalami gangguan pemadaman listrik untuk waktu yang lama. Yang menarik, sistem panel surya yang disediakan tidak semata-mata digunakan untuk penerangan, namun juga untuk pengisian baterai ponsel.

Dalam kondisi darurat, layanan isi baterai menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting, baik bagi korban bencana, relawan maupun petugas penyelamat.

Model portabel yang dikembangkan, menjadikan perangkat ini mudah dirakit dan dipindah-pindahkan. Ia cukup ditempatkan di ruang terbuka. Energi yang dihasilkan panel surya kemudian disimpan di sebuah baterai penyimpan--besarnya setara dengan accu mobil.

Listrik darurat ini terdiri dari panel sel surya, baterai penyipan energi surya, serta AC strip untuk mengalirkan listrik yang dihasilkan. Satu panel sel surya diperkirakan mampu menghasilkan antara 80 hingga 100 watt.

Energi listrik yang dihasilkan memang amat bergantung pada jumlah sel surya yang ada. Produk serupa antara lain digunakan Telkomsel untuk program Telkomsel Merah Putih di desa Balabalakan, misalnya, membutuhan enam panel sel. Dari enam panel ini mampu menghasilkan listrik untuk mengoperasikan infrastruktur telekomunikasi, serta penerangan rumah tangga dimana sel surya itu ditempatkan.

Wilayah Perairan Indonesia Simpan Potensi Energi Listrik dari Arus Laut


Rabu, 27 April 2011

JAKARTA, ESDM.go.id - Wilayah perairan Indonesia, terutama selat-selat yang menghadap Lautan Hindia dan Samudera Pasifik ternyata memiliki arus laut yang kuat sehingga menyimpan potensi yang bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk membangkitkan energi listrik dari sumber energi yang terbarukan. Di wilayah NTB dan NTT misalnya, berdasarkan hasil riset yang dikembangkan BPPT dari 10 Selat yang ada di wilayah perairan NTB dan NTT diperkirakan bisa dihasilkan energi listrik hingga 3000 MW. Hal ini dikemukan Dr. Erwandi dari UPT Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika BPPT pada Seminar Potensi Energi Listrik dari Arus Laut di wilayah NTT dan NTB, Selasa (26/4) di Kantor Puslitbang PLN.

Menurut Erwandi, penyebab terjadinya arus laut bisa karena adanya pasang surut yang diakibatklan oleh interaksi bumi, bulan, dan matahari. Selain itu bisa juga disebabkan oleh Arus Geostropik karena gaya Coriolis akibat rotasi bumi serta perbedaan salinity, suhu, dan density. Di Indonesia, terjadinya arus laut lebih dominan diakibatkan oleh pasang surut. Aliran arus laut (karena pasang surut) atau arus sungai menyimpan energi hidro-kinetik yang dapat dikonversi menjadi daya listrik. Besarnya daya listrik bergantung pada densitas fluida, penampang aliran, dan kecepatan alirannya.

Sepuluh Selat di wilayah perairan NTB dan NTT yang diperkirakan memiliki arus laut cukup kuat adalah Selat Alas, Selat Sape, Selat Linta, Selat Molo, Selat Flores, Selat Boleng, Selat Lamakera, Selat Pantar dan Selat Alor. Bila dari 1 Selat tadi dapat dipanen energi sebesar 300 MW dengan dengan asumsi jumlah turbin 100 buah masing-masing sebesar 3 MW (turbine farm), maka bisa dihasilkan energi listrik hingga 3000 MW. Padahal di Indonesia masih cukup banyak Selat yang belum dapat terdeteksi potensin arus lautya, demikian juga dengan sungai yang sangat potensial untuk instalasi turbin arus laut. “Dalam hitungan di atas kertas diduga potensi arus laut di wilayah perairan Indonesia menyimpan potensi energi listrik hingga 6000 MW”, kata Erwandi menambahkan. Untuk itu, BPPT telah mencoba untuk terus melakukan pemetaan secara digital potensi energi arus laut di Indonesia. Pemetaan secara digital ini bertujuan untuk memberikan prediksi awal daerah-daerah yang potensial energi arus lautnya sebelum dilakukan pengukuran secara langsung. Secara teknologi, pihak BPPT telah melakukan ujicoba prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) pada tahun 2009 sebesar 2 kW dan tahun 2011 sebesar 10 kW di Selat Flores NTT.

Sementara itu, Anggota Dewan Energi Nasional Dr. Muchtasor, menyatakan bahwa dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) ditargetkan pada tahun 2050 nanti, energi yang di hasilkan dari lautan bisa mencapai 6000 MW. Untuk mewujudkan rencana ini, dibutuhkan adanya sinergi dari berbagai pihak. kegiatan pemetaan potensi, pemilihan teknologi, hingga komersialisasi dan regulasi baik itu pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha dan badan-badan riset yang ada.

Kelistrikan di NTB dan NTB, selama ini lebih banyak dipasok dari sejumlah PLTD sehingga secara ekonomis PLTAL punya nilai tambah untuk menurunkan ongkos produksi listrik di wilayah NTT dan NTB. Disamping nilai ekonomisnya, pengembangan pembangkit dari energi terbarukan akan menjaga kualitas lingkungan. Meski demikian, pengembangan PLTAL di masa depan masih menyimpan beberapa kendala. Diantaranya, nilai investasi yang lebih tinggi dibandingkan pembangkit konvensional serta pemilihan dan pengembangan teknologinya. Berdasarkan hasil riset yang dikembangkan selama ini, skala PLTAL terbesar adalah prototype 1,2 MW sedangkan skala yang lebih besar diperkirakan baru beroperasi dalam 5 tahun kedepan sehingga tingkat kehandalan pembangkit ini belum memiliki rekam jejak yang cukup. (SF)